JEPARA – Kelestarian ekosistem terumbu karang di kawasan Karimunjawa Jepara terus mendapat ancaman, salah satu yang paling memprihatinkan adalah kasus kapal-kapal yang kandas.
Kapal yang kandas langsung menghantam dan membuat terumbu karang yang menjadi andalan wisata Karimunjawa rusak.
Tercatat, selama kurun waktu sejak 2016 lalu sudah ada 14 kali kapal kandas yang mengakibatkan rusaknya terumbu karang.
Kepala Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa Widyastuti menjelaskan, ekosistem terumbu karang di Karimunjawa luasannya mencapai sekitar 6,947 hektar. Ekosistem yang ada saat ini terhitung cukup terjaga.
Namun Widyastuti mengaku, kondisinya cukup rentan dengan perubahan oleh karena alam maupun aktivitas manusia.
Seluruh kejadian kapal kandas di TNKj ditangani oleh Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Dirjen Penegakan Hukum LHK melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan mulai dari kegiatan verifikasi lapangan sampai dengan terjadi kesepakatan klaim ganti rugi yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada negara.
Kerugian
Karena itu, tahun 2023 pihaknya mendapat anggaran sejumlah Rp 3,5 miliar dari ganti rugi kerusakan terumbu karang yang telah dibayarkan perusahaan kepada negara.
Ada tujuh lokasi yang mendapat pemulihan ekosistem: Perairan Pulau Tengah Bagian Barat (1,420,3 m2), Perairan Pulau Cilik Bagian Barat (267,2 m2), Perairan Telaga (52,5 m2), Perairan Mrican 1 (1233,3 m2), Perairan Gosong Seloka 1 (184,4 m2), Perairan Gosong Seloka 2 (645,9 m2), dan Perairan Tanjung Gelam (7,1 m2). Total luasannya 3.817 m2.
Untuk diketahui, kandasnya kapal di terumbu karang kerap mengakibatkan kerusakan fisik dan biologi yang parah.
“Termasuk tercabutnya karang dari terumbu, hancurnya kerangka karang, erosi dan berpindahnya endapan sedimen, hilangnya tempat berlindung dan berkembang biak ikan karang sehingga nelayan harus berpindah tempat lebih jauh untuk mencari ikan,” jelasnya.
Hingga kini, pihaknya telah melakukan transplantasi terumbu karang. Puluh ribuan fragmen karang yang ditanam bervariasi disesuaikan dengan ekosistem referensinya. Persentase rata-rata survival rate di tujuh lokasi pemulihan sebesar 98,89%, dan tingkat kematiannya sebesar 3,1 persen.
“Pemulihan ini adalah rangkaian kegiatan yang panjang, tidak cukup hanya 6 bulan. Selama kegiatan pemulihan kami juga telah melakukan beragam kegiatan mulai dari rapat persiapan, sosialisasi, penandaan batas area, pemantauan pra pemulihan ekosistem, peninjauan bibit karang, transplantasi, patroli, hingga monitoring,” jelas Widyastuti. [ARS]