PATI – Setelah melalui dinamika cukup panjang, penggunaan sound horeg dalam kegiatan hiburan dan karnaval di Kabupaten Pati akhirnya kembali diperbolehkan. Keputusan ini diambil setelah audiensi antara para pengusaha sound system, Bupati Pati Sudewo, dan Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi pada Senin malam, 2 Juni 2025.
Namun, pelonggaran kebijakan ini tidak datang tanpa syarat. Ada sejumlah poin penting yang disepakati dan patut dicermati publik, karena mencerminkan pendekatan kompromistis antara pemerintah dan masyarakat yang selama ini menggantungkan ekonomi dari industri hiburan lokal.
Kebijakan pelarangan sound horeg sebelumnya memang menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, pemerintah beralasan bahwa suara keras dari sound system bisa mengganggu kenyamanan warga bahkan berpotensi merusak bangunan. Di sisi lain, pelarangan total mengakibatkan keresahan dan penurunan pendapatan bagi para penyedia jasa hiburan, khususnya di pedesaan yang kerap menggelar hajatan atau karnaval.
Melalui dialog terbuka, titik temu akhirnya tercapai. Salah satu poin penting yang dihasilkan adalah perubahan nama dari “sound horeg” menjadi “sound karnaval” — sebuah langkah simbolik sekaligus strategis untuk mengubah persepsi publik terhadap jenis hiburan ini.
Lebih dari itu, pembatasan teknis berupa maksimal 16 sub single pada perangkat sound system menjadi batas wajar yang dianggap masih aman dan tidak membahayakan struktur bangunan sekitar.
Langkah Bupati Sudewo patut diapresiasi sebagai bentuk kepemimpinan yang terbuka terhadap aspirasi warga, namun tetap menjaga prinsip ketertiban umum. Pelonggaran dengan syarat ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak anti terhadap hiburan rakyat, tetapi ingin menciptakan tatanan yang lebih teratur dan bertanggung jawab.
Namun demikian, pengawasan harus tetap menjadi bagian dari kebijakan lanjutan. Pemerintah daerah bersama aparat kepolisian perlu merumuskan mekanisme teknis dalam pengawasan pelaksanaan syarat-syarat tersebut di lapangan, agar tidak hanya menjadi formalitas yang mudah dilanggar.
Perubahan nama menjadi “sound karnaval” semestinya juga diikuti dengan pembinaan terhadap pengusaha sound system, agar penggunaan teknologi suara tidak hanya mengandalkan kekuatan volume, tetapi juga kualitas pertunjukan. Edukasi soal batas ambang desibel, penempatan speaker yang aman, serta manajemen waktu pertunjukan bisa menjadi bentuk tanggung jawab bersama antara pemerintah dan komunitas hiburan.
Di saat yang sama, masyarakat juga diharapkan ikut menjaga ketertiban dalam setiap kegiatan yang melibatkan hiburan terbuka, agar semangat rekreasi tidak bergeser menjadi gangguan sosial.
Kasus sound horeg di Pati menjadi pelajaran berharga bagaimana konflik kebijakan dapat diselesaikan melalui dialog yang terbuka dan kesediaan untuk saling mendengarkan. Perubahan istilah, pengaturan teknis, dan semangat kolaboratif antara pemerintah dan pelaku usaha mencerminkan arah baru dalam tata kelola hiburan lokal.
Kini, tantangannya adalah memastikan kesepakatan ini berjalan di lapangan, agar tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga fondasi bagi hubungan harmonis antara hiburan rakyat dan ketertiban umum.
EDITOR : Fatwa