JEPARA – Sebagai tindak lanjut atas temuan kasus polio yang terjadi di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pamekasan, Pemerintah Kabupaten Jepara melaksanakan Pencanangan Sub Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang dilaksanakan di Balai Desa Senenan, (16/1).
Pelaksanaan kegiatan tersebut dilaksanakan secara serentak di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Jogjakarta berdasarkan arahan dari Kementerian Kesehatan RI.
Pencanangan Sub PIN Polio 2024 ini dihadiri oleh Penjabat (Pj) Bupati Jepara H. Edy Supriyanta, Ketua DPRD Jepara Haizul Ma’arif, Sekretaris Daerah Jepara Edy Sujatmiko, dan Perwakilan Forkopimda, serta Pimpinan Perangkat Daerah.
“Arahan dari kementerian, minimal 95 persen dari jumlah anak kita harus sudah divaksin. Tapi saya minta, kalau bisa 100 persen,” kata Edy dalam rilis Dikominfo Jepara.
Terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio yang terjadi di sejumlah daerah di luar Jepara, ia meminta agar Dinas Kesehatan melakukan tindak pencegahan.
Salah satunya dengan program pemberian vaksin polio dengan tindakan jemput bola dan tidak hanya menunggu masyarakat ke fasilitas kesehatan secara sukarela. Dengan program tersebut diharapkan KLB Polio tidak terjadi di Jepara.
“Saya minta para mantri desa, bidan desa, dibantu anggota TNI, Polri, dan Satpol PP untuk bergerak aktif. Datangi, data, dan berikan vaksin polio serta sosialisasi,” tandasnya.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, ditargetkan 159.241 anak di Jepara mendapatkan vaksin polio. Dengan wilayah sasaran terbanyak berada di Puskesmas Tahunan sejumlah 14.638 anak.
Pj. Bupati memastikan jumlah ketersedian vaksin polio di Jepara dapat mencakup seluruh anak, dengan jumlah alokasi vaksin yang didapat dari Kemenkes RI sejumlah 7.516 vial (50 dosis per vial).
“Kalau 1 anak sudah terkena, imbasnya bisa ke 200 anak lainnya. Karena penularannya sangat cepat melalui feses dan air liur,” imbuhnya.
Sementara itu, anak-anak dengan imunodefisiensi mendapat imunisasi polio khusus. Seperti anak-anak dengan HIV dan yang tinggal serumah dengan ODHA. Berbeda dengan lainnya, anak-anak dengan gangguan imun tidak mendapat vaksin tetes namun vaksin suntik.
Ini dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mudrikatun melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKK dokter Eko Cahyo Puspeno mengatakan, menurut prosedur yang berlaku, anak-anak dengan imunodefisiensi tidak mendapat tetes polio (nOPV2) melalui tetes oral.
Namun digantik dengan suntikan polio IPV (suntik). Hal tersebut berlaku untuk pasien anak dengan HIV, anak dengan gangguan sistem kekebalan (imunodefisiensi) seperti keganasan hematolog atau tumor padat, anak yang sedang mendapatkan terapi immunosupresan jangka panjang, serta anak yang tinggal serumah dengan ODHA maupun imunodefisiensi.
Sementara itu, Nurul, perwakilan orangtua anak dari Teman Sebaya— salah satu komunitas HIV— berharap tidak ada diskriminasi saat pelayanan dilakukan. Ia menemukan cerita teman satu komunitasnya tidak mendapat pelayanan yang adil dari bidan setempat.
“Teman saya dikunjungi bidan, katanya ibunya yang positif HIV anaknya tidak diperbolehkan ikut padahal anaknya negative. Ini kan jadi bahan obrolan tetangga. Teman-teman jadi terusik. Itu jadi memunculkan diskriminasi lagi,” jelas Nurul.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara Mudrikatun berpesan kepada para petugas Kesehatan agar tidak salah memberikan vaksin. Ia juga berharap imunisasi di Jepara tidak menyisakan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).
“Bidang Kesehatan tidak pernah berhenti karena hampir semua jenis penyakit dari lingkungan pun bisa terjadi. Penyakit tidak bisa kita hentikan. Tapi kita harus optimal bagaimana memperbaiki lingkungan kita apalagi ini musim hujan,” pungkasnya. [ARS]