PATI – Kebijakan penugasan guru oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati kembali menuai sorotan. Seorang guru Bahasa Inggris, Yuli Istianah, yang semula dipindahkan dari SMPN Jakenan ke SMPN 1 Tayu, justru ditarik kembali ke sekolah asalnya hanya sebulan kemudian dengan alasan “evaluasi”.
Kepala SMPN 1 Tayu, Sri Wahyuni, mengaku tidak mengetahui alasan di balik penarikan tersebut. Ia menegaskan pihak sekolah tidak pernah diajak berdiskusi dan hanya bisa mengikuti keputusan dari dinas.
“Itu kebijakan dari Disdikbud, sekolah hanya bisa ikut meski benar atau salah. Saya sudah menyampaikan secara lisan dan menunjukkan data R10 bahwa SMPN 1 Tayu kekurangan guru Bahasa Inggris. Tapi untuk penarikan Bu Yuli, kami tidak diberi penjelasan,” ujarnya.
Menurut Sri, kebutuhan guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Tayu masih sangat mendesak. Idealnya ada lima orang guru, namun setelah penarikan Yuli, jumlahnya tinggal empat. Kondisi ini membuat beban mengajar semakin berat karena setiap kelas membutuhkan empat jam pelajaran per minggu.
Sementara itu, dalam data Dapodik, Yuli Istianah masih tercatat sebagai guru di SMPN Jakenan. Fakta ini semakin menimbulkan tanda tanya terkait dasar kebijakan penugasan guru lintas sekolah.
Meski dihadapkan pada keterbatasan tenaga pendidik, Sri menegaskan pihak sekolah tetap berkomitmen memberikan layanan pendidikan terbaik bagi siswa.
Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, ikut menyoroti kasus ini. Ia menilai praktik penarikan guru semacam itu mencerminkan dugaan carut-marut dalam manajemen guru di Kabupaten Pati.
“Mutasi atau penugasan guru seharusnya memiliki dasar aturan yang jelas, bukan sekadar keputusan sepihak yang justru membingungkan sekolah dan merugikan guru,” tegasnya. [adv]
EDITOR : Fatwa