BUDAYA – Bertepatan bulan Ramadhan, ngaji Suluk Maleman edisi ke 147 pada Sabtu (17/3) malam membahas tema menarik soal bulan yang mulia ini. Khususnya untuk refleksi bagi umat Islam di bulan Ramadhan.
Tema yang diangkat adalah Ramadan menjadi momen yang pas untuk bersih-bersih baik dari diri sendiri maupun lingkungan; baik lingkungan terkecil, seperti keluarga; sampai lingkungan besar, seperti bangsa dan dunia.
Habib Anis menilai yang harus dibersihkan pertama kali adalah pada titik paling dasar, yakni diri sendiri yang harus dibersihkan.
“Apa yang harus dibersihkan dari diri kita, dan kenapa harus dibersihkan? Bicara bersih-bersih harus dimulai dari titik paling dasar yakni diri kita,” papar pengasuh Suluk Maleman Habib Anis Sholeh Ba’asyin.
Pria yang dikenal sebagai budayawan ini menerangkan panjang lebar. Dirinya menyebut bersih-bersih itu penting lantaran banyak hal yang ternyata mempengaruhi diri manusia.
Tak sedikit pengaruh itu justru membawa dampak negatif.
Padahal manusia diturunkan ke bumi sebagai khalifah; yakni untuk mengelola alam dan lingkungannya, bukan sebaliknya: dicetak dan dikendalikan oleh alam dan lingkungannya.
Oleh karena itulah puasa melatih manusia untuk lebih berhati-hati, untuk mengambil jarak yang cukup dengan alam dan lingkungannya.
Secara fisik, puasa mengajarkan pentingnya untuk mengendalikan makan, minum dan syahwat. Orang yang hanya berfikir tentang makanan seringkali disibukkan dengan cari makan.
“Yang terjadi kita hanya memikirkan perut saja kalau sudah seperti itu maka tak bisa berfikir yang lain. Maka dari itu puasa jangan sampai dikendalikan perut. Tapi kendalikanlah perut kita seperti yang diajarkan oleh puasa,” ujarnya.
Selain mengendalikan perut, Habib Anis menyebut, yang cukup penting juga adalah bagaimana manusia bisa mengendalikan syahwatnya.
Syahwat sendiri berarti nafsu, kekuasaan dan berbagai hal lainnya.
Karena itu Habib Anis menyebut seharusnya kehati-hatian pertama manusia justru pada diri sendiri, pada pikiran juga pendapatnya.
“Syahwat harus dikendalikan, bukan mengendalikan kita,” tegas Habib Anis.
Gua Hira
Oleh karenanya Habib Anis juga melihat, jika puasa itu seperti memasuki gua Hira. Bagaimana melihat diri sendiri dan menemukan titik jernih dalam menilai. Titik jernih yang didasari kewaspadaan dan kehati-hatian.
Sementara itu Ali Fatkhan, salah seorang narasumber lainnya menyebutkan Nabi sendiri pernah mengalami dua momentum bersih-bersih.
Kali pertama saat masih kecil dan didatangi dua orang yang dianggap malaikat untuk kemudian dibelah dadanya dan dibersihkan.
“Peristiwa kedua memang saat di Gua Hira menyendiri melakukan perenungan dan beribadah secara sunyi. Maka perenungan menjadi salah satu metode kita untuk bersih-bersih. Seperti mengikuti Suluk Maleman ini bagaimana merenungkan diri menjadi merdeka berfikir dan tidak hanya ikut-ikutan saja,” ungkapnya. [ARS]