PATI – Ratusan nelayan menggeruduk kantor tim pendataan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di komplek TPI Unit 2 Juwana, Pati, Jawa Tengah pada Jumat (24/11/2023). para nelayan ini marah dan melakukan protes. Ada berbagai masalah yang membuat nelayan merasa tercekik dan marah.
Para nelayan yang demo membawa berbagai macam poster bernada protes kepada KKP. Karena dinilai KKP melakukan pemerasan kepada nelayan yang membuat mereka susah.
Aksi demo sempat memanas, karena massa memaksa untuk masuk ke dalam kantor. Mereka ingin permasalahan diselesaikan secepatnya. Terlihat sejumlah peserta demo memaki-maki petugas tim pendataan. Mereka mengaku kecewa dengan kondisi yang ada saat ini.
Kordinator aksi Jaharudin mengungkapkan, ada beberapa hal yang diprotes nelayan, antara lain proses penarikan PNBP yang dilakukan secara ugal-ugalan kian membuat nelayan semakin terpuruk, selain harga ikan yang terus anjlok karena kurangnya daya serap pasar nelayan juga dikejar-kejar oleh KKP karena kesalahan yang belum jelas dilakukan oleh nelayan.
Selain itu keberadaan Harga Acuan Ikan (HAI) yang seharusnya menjadi kontrol KKP untuk mengendalikan harga ikan dengan upaya melindungi Nelayan tetapi nyatanya HAI hanya dijadikan standar penarikan Pungutan hasil perikanan saja padahal yang terjadi di lapangan harga ikan jauh dibawah harga patokan Ikan yang dikeluarkan oleh KKP.
Ditambah lagi dengan Sistem pendataan yang tidak bisa menampung cara kerja nelayan juga menjadi masalah yang sampai saat ini belum terselesaikan oleh petugas pendataan sebab dalam E-PIT hanya ada satu grade ikan, sementara di lapangan ada beberapa grade ikan yang harganya berbeda-beda, ikan yang harganya berbeda ini tetap dimasukan sebagai ikan dengan grade bagus untuk pembayaran.
“Salah Satu contoh penarikan PNBP ikan layang yang saat ini HAI sebesar 10.000 nanum harga ikan di lapangan hanya di kisaran 5.000 sampai 6.000. Sementara biaya pengiriman dari lokasi penangkapan di WPP 718 sampai ke Jawa sebesar 4.500/kg. Nelayan juga saat ini masih membayar retribusi TPI, biaya bongkar ikan, bayar PNBP Pasca Produksi serta biaya produksi yang terus mengalami peningkatan yang ini menyusahkan nelayan,” ungkapnya.
Karena itu dalam aksinya kemarin para nelayan yang mengatasnamakan Barisan Muda Nelayan Pantura (BMNP) menuntut 4 hal. Yang pertama meminta petugas pendataan agar mencarikan alternatif pada hasil tangkapan nelayan yang kualitasnya tidak bagus agar tidak disamakan tarif PNBPnya.
“Kedua hentikan LPM tambahan untuk nelayan yang sudah melaporkan hasil tangkapan mengingat KKP juga mengutus juru catat sendiri dilapangan. Ketiga berhenti mencari-cari kesalahan nelayan baik di darat maupun fishing Ground, yang keempat tunda pelaksanaan PP.No 11 tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur berbasis kuota jika sarana dan prasarana belum memadai,” lanjutnya.
Sementara itu Penanggungjawab Penangkapan Ikan Terukur (PIT) Bajomulyo Juwana Umar Soleh mengaku akan menampung tuntutan para nelayan. Pihaknya bakal melaporkan keresahan para nelayan kepada Kantor KPP di Jakarta.
”Kita akan sampaikan kepada pimpinan kami yang ada di Jakarta karena ini sudah berkaitan dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Kami hanya melaksanakan tugas yang ada di Jakarta,” kata dia. [CAN]