KUDUS – Komunitas sastra Gandrung Sastra kembali menunjukkan eksistensinya di dunia kesusastraan dan pertunjukan. Bertempat di Rumah Khalwat Balai Budaya Rejosari (RKBBR) Kudus, mereka sukses menggelar pementasan monolog dan bedah buku “Jabrik”, karya Arif Khilwa, pada Sabtu malam (14/6/2025).
Kegiatan ini menjadi penanda bangkitnya produktivitas Gandrung Sastra, komunitas asal Margoyoso, Pati, setelah cukup lama vakum dari panggung kesenian.
Pementasan dibuka dengan monolog yang dibawakan secara memikat oleh aktor Khoirun Nadzif, yang berperan sebagai tokoh utama, Jabrik. Penampilan monolog ini turut diiringi ilustrasi musik dari Aloeth, Putut, Haikal, dan Burhan, yang menambah atmosfer pertunjukan semakin kuat.
Melalui lakon Jabrik, penonton diajak menyelami kisah satire seputar Pemilihan Calon Legislatif. Sosok Jabrik digambarkan sebagai makelar politik yang akhirnya berpura-pura gila untuk menutupi kegagalannya dalam mengusung calon legislatif pilihannya.
Usai pementasan, acara dilanjutkan dengan sesi bedah buku. Dua narasumber dihadirkan sebagai pembedah, yakni Asa Jatmiko, tokoh kesenian asal Kudus, serta Septiana Wibowo, sastrawan dari Jepara. Keduanya memberikan pandangan mendalam terkait isi dan proses kreatif di balik buku “Jabrik”.
Dalam sesi tersebut, sang penulis Arif Khilwa menyampaikan keresahannya terhadap fenomena sosial-politik yang menjadi inspirasi karyanya. Diskusi dipandu oleh moderator Beni Dewa dan berlangsung hangat dengan antusiasme tinggi dari penonton.
“Konsep penggabungan buku dengan pementasan seperti ini adalah hal yang menarik dan segar. Kami, para pelaku seni, tentu sangat menyambutnya dengan antusias,” tutur Asa Jatmiko, yang juga merupakan pemilik penerbit Ini Ibu Budi, penerbit buku Jabrik.
Respon penonton pun beragam. Beberapa lebih menikmati sajian cerpen dalam bukunya, sementara lainnya lebih terbawa emosi lewat pementasan yang disajikan.
“Melalui Jabrik, kita belajar bahwa ide cerita sederhana di sekitar kita dapat dikembangkan menjadi narasi yang kuat dan mengejutkan,” ujar Septiana Wibowo, yang juga bertindak sebagai editor buku tersebut.
Arif Khilwa menambahkan, adaptasi karya sastra ke panggung pertunjukan adalah salah satu strategi untuk mendekatkan sastra kepada masyarakat.
“Alih wahana dari teks ke pentas menjadi jembatan agar masyarakat lebih tertarik, bahkan mencintai sastra itu sendiri,” pungkasnya.
EDITOR : Fatwa