PATI – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Alun-Alun Kayen, Kabupaten Pati, mencuat dalam forum public hearing yang digelar Komisi B DPRD Kabupaten Pati pada Senin (16/6/2025).
Ketua Paguyuban Pedagang Alun-Alun Kayen, Muhammad Rifai, secara terbuka menyampaikan keluhan para pedagang terkait adanya pungutan yang tidak disetorkan ke pemerintah daerah. Ia menyebut, pedagang yang ingin berjualan di area alun-alun kerap diminta membayar kepada pihak tertentu yang menguasai lahan.
“Yang terjadi di lapangan, kalau ada yang mau jualan, mereka diminta membayar retribusi ke oknum pengelola, bukan ke pemerintah,” ungkap Rifai dalam forum tersebut.
Menurutnya, praktik semacam ini sangat disayangkan, mengingat Alun-Alun Kayen adalah ruang publik yang seharusnya dapat diakses secara adil oleh semua warga, khususnya para pelaku usaha kecil.
“Fasilitas milik pemerintah semestinya digunakan secara merata dan tidak dimonopoli oleh individu atau kelompok tertentu,” tegasnya.
Ia juga menyoroti praktik pungutan selama bulan Ramadan, di mana pedagang takjil disebut diminta membayar sekitar Rp10.000 per hari.
“Saya tidak tahu apakah itu masuk kategori pungli, tapi praktik itu nyata dan berlangsung terus-menerus,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Pati, Muslihan, menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut sebagai bagian dari pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang PKL.
“Kalau memang ada pungutan liar, harus ditindak. Komisi B akan segera turun ke lapangan untuk mengecek langsung,” tegas Muslihan.
Komisi B berkomitmen memastikan pengelolaan lapak PKL berlangsung transparan, adil, dan tidak memberatkan pedagang kecil. Evaluasi dan penataan ulang akan menjadi bagian penting dalam Raperda PKL yang sedang digodok. (adv)
EDITOR : Fatwa