BERBICARA tentang ulama yang produktif dalam menghasilkan karya tulis, tidak bisa meninggalkan sosok KH MA Sahal Mahfudz (1937 – 2014). Puluhan kitab berbahasa arab maupun buku-buku berbahasa Indonesia telah diterbitkan secara luas dan menjadi kajian para santri.
KH Sahal Mahfudz merupakan salah satu ulama besar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Mbah Sahal, begitu orang-orang menyebut, telah banyak berkiprah dalam dunia pendidikan dan sosial.
Sejak kecil, Mbah Sahal dididik oleh ayahnya yaitu KH. Mahfudz dan memiliki jalur nasab dengan Syekh Ahmad Mutamakkin, namun Mbah Sahal sangat dipengaruhi oleh kekiainan pamannya sendiri, yaitu K.H. Abdullah Salam.
Syekh Ahmad Mutamakkin sendiri termasuk salah seorang pejuang Islam yang gigih, seorang ahli hukum Islam (faqih) yang disegani, seorang guru besar agama dan lebih dari itu juga dikenal sebagai salah seorang waliyullah.
Dikutip dari laman mahally.ac.id, Mbah Sahal memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah (1943-1949), Madrasah Tsanawiyah (1950-1953) Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati.
Setelah beberapa tahun belajar di lingkungannya sendiri, Kyai Sahal muda nyantri ke Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur di bawah asuhan Kiai Muhajir, Selanjutnya tahun 1957-1960 dia belajar di pesantren Sarang, Rembang, di bawah bimbingan Kiai Zubair.
Pada pertengahan tahun 1960-an, Kyai Sahal belajar ke Mekah di bawah bimbingan langsung Syaikh Yasin al-Fadani. Sementara itu, pendidikan umumnya hanya diperoleh dari kursus ilmu umum di Kajen (1951-1953).
Kiai kharismatik asal Desa Kajen Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati ini termasuk sedikit dari ulama Nusantara yang produktif di dunia penulisan. Mbah Sahal telah banyak meninggalkan karya-karya yang masih dikaji hingga saat ini.
Sementara itu dikutip dari laman NU Online, Rais Aam PBNU (1994 – 2004) ini mewariskan setidaknya 10 karya kitab, yang seluruhnya berbahasa Arab kecuali satu karya terjemahan yang ditulis dengan bahasa Jawa (Pegon).
Antara lain adalah Thariqat al-Hushul ‘ala Ghayatil Wushul. Diselesaikan pada 15 Ramadan 1380 H (3 Maret 1961), kitab ini berisi ta’liqat (penjelas) atas Ghayatul Wushul yang merupakan syarah (penjelasan) atas Lubbul Ushul (kedua kitab terakhir adalah karya Zakaria al-Anshari). Kitab Lubbul Ushul masuk kategori usul fiqih dan dikenal sebagai kitab yang sulit dipahami para santri karena kalimatnya sangat padat dan mengandung makna yang dalam.
Selain itu ada pula ats-Tsamarat al-Hajayniyah yang selesai ditulis pada 15 Rabi’ al-Tsani 1381 (26 September 1961). Kitab ini termasuk salah satu karya orisinal Kiai Sahal, alias bukan syarah atau hasyiah terhadap karya ulama lain. Ditulis dalam bentuk nadham dan dilengkapi penjelasan di bawahnya, kitab ini menerangkan makna dari istilah-istilah yang sering dipakai dalam kitab-kitab fiqih.
Misalnya, ketika disebutkan al-imam dalam fiqih, tanpa nama seseorang di belakangnya, maka ia merujuk pada Imam al-Kharamayn Abd al-Malik ibn Abi Muhammad Abdullah al-Juwaini (419-478 H/1028-1085 M). Jika kata yang sama muncul dalam usul fiqih dan mantiq, maka itu merujuk pada Fakhr al-Din Muhammad al-Razi (543-606 H/1149-1210 M). Sementara itu, kalau disebutkan kata al-syaykh dalam fiqih, itu berarti Abu Ishaq Ibrahim ibn Ali al-Syairazi (393-476 H/1003-1083).
Dan juga Faydlul Hija ala Nayl al-Raja yang selesai ditulis pada 18 Dzulhijjah 1381 H (23 Mei 1962). Kitab ini merupakan karya penjelas atas kitab Safinat al-Naja karya Salim ibn Samir al-Khudri yang cukup populer di kalangan santri.
Produktivitasnya dalam menulis membuat Kiai Sahal dikenal memiliki keistimewaan tersendiri dibanding kiai lainnya.
Sepuluh kitab Kiai Sahal tersebut mayoritas ditulis ketika masih berstatus santri Pesantren Sarang dalam usia yang relatif muda, yakni 24-25 tahun. Penjelasan kesepuluh kitab dan buku-buku karangan peraih doktor kehormatan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merujuk pada buku Kiai Sahal: Sebuah Biografi yang ditulis Tim KMF Jakarta.
Selain kitab-kitab berbahasa Arab, Kiai Sahal juga telah menghasilkan beberapa buku berbahasa Indonesia.
Setidaknya ada empat buku berisi kumpulan berbagai artikel yang telah diterbitkan, antara lain Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKIS, 1994 dan 2007), Pesantren Mencari Makna (Jakarta: Pustaka Ciganjur, 1999), Wajah Baru Fiqh Pesantren (Jakarta: Citra Pustaka, 2004. Serta Dialog dengan KH MA Sahal Mahfudh: Telaah Fikih Sosial (Semarang: Yayasan Karyawan Suara Merdeka, 1997). Kiai Sahal juga menulis buku bersama KH A Mustofa Bisri, yang diberi judul Ensiklopedi Ijma’.
EDITOR : Fatwa